Ternyata IPDN dan Kasus-kasusnya udah jadi pembicaraan hangat Bloggerian Indonesia… aku jadi pingin ikut sedikit nyangkruk.

  • Sejarah IPDN

Berawal dari didirikannya Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di Malang Jawa Timur pada tanggal 1 Maret 1956 berdasarkan SK Mendagri No.Pend. 1/20/565 tanggal 24 September 1956 dengan Direktur Pertama dr. Raspio Woerjadiningrat. Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kader aparatur pemerintah di tiap daerah, maka sejak tahun 1965 satu demi satu didirikan APDN di berbagai propinsi dan pada tahun 1970 telah berdiri 20 APDN di seluruh Nusantara, lokasi-lokasi APDN tersebut adalah di Banda Aceh, Medan, Bukittinggi, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Tanjung Karang, Bandung, Semarang, Malang, Mataram, Kupang, Ujung Pandang, Manado, Pontianak, Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Ambon, dan Jayapura.

Sampai dengan tahun pendidikan 1991 yaitu tahun alumnus berakhimya operasi APDN di daerah-daerah telah menghasilkan 27.910 orang, yang penempatannya tersebar di 27 Propinsi. Kini para alumninya sudah mengembangkan diri untuk pendidikan selanjutnya dan pada umumnya sudah menduduki jabatan teratas di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Untuk menyamakan pola pendidikan APDN dikeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 38 Tahun 1988 tentang Pembentukan APDN yang bersifat Nasional yang dipusatkan di Jatinangor, Sumedang Jawa Barat. Dalam proses perkembangan selanjutnya dikeluarkan Keputusan Presiden No.42 Tahun 1992, yang mengubah APDN menjadi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri disingkat menjadi STPDN. Bagi lulusan Program D-IV STPDN berhak menyandang gelar “SSTP” (“Sarjana Sains Terapan Pemerintahan”). Lulusan atau alumni STPDN diharapkan memiliki tiga kompetensi dasar yaitu:

  • Kepemimpinan (Leadership),
  • Kepelayanan (Stewardship),
  • Kenegarawanan (Statemanship).

Setelah terjadi kasus kekerasan pada praja Wahyu Hidayat yang menyebabkannya meninggal dunia, pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri akhirnya memutuskan melebur Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dan Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) dalam wadah baru bernama Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada tahun 2005. Perubahan yang diatur Keppres Nomor 87/2004 tentang Penggabungan STPDN dan IIP dan Permen Dalam Negeri No. 29 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja IPDN, sebenarnya sudah dirancang sejak 1998 karena ada aturan yang membatasi setiap departemen hanya memiliki satu pendidikan kedinasan.

  • Kasus-Kasus Di IPDN

Selama ini, terjadi beberapa kasus kekerasan yang mengarah perbuatan kriminal dilakukan oleh beberapa oknum praja IPDN yang menyebabkan kematian sesama praja. Tindak kekerasan tersebut umumnya berupa penganiayaan dari praja senior kepada praja yunior dengan dalih pendisiplinan. Menurut salah seorang dosennya, Inu Kencana Syafiie, sejak tahun 1990an sudah ada 35 orang praja yang meninggal dunia, tapi baru 10 kasus yang terungkap. Beberapa kasus yang terungkap di media massa diantaranya:

  • Kasus terbaru adalah kematian seorang praja tingkat 2, Cliff Muntu, asal Sulawesi Utara, pada hari Selasa tanggal 3 April 2007, yang mendapat tindak kekerasan dari praja tingkat 3.
  • Sebelumnya kasus kekerasan juga dialami praja Wahyu Hidayat, yang meninggal dunia pada tanggal 3 September 2003 akibat penganiayaan seniornya. Dalam hal ini, delapan orang praja kemudian divonis 10 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sumedang.
  • Kasus lainnya adalah kematian Ery Rahman pada tanggal 3 Maret 2000 juga akibat penganiayaan seniornya.
  • Kasus kematian Aliyan bin Jerani, praja dari Kalimantan Barat yang dilaporkan tewas pada 8 Juni 1993 akibat terjatuh dari lantai dua Barak Lampung. Namun penyebab kematian ini diragukan oleh keluarganya sekarang, meskipun sebelumnya mereka menerima begitu saja laporan dari pihak IPDN.
  • Kasus anarkis juga terjadi dalam pertentangan antar kelompok praja, seperti yang terjadi pada tanggal 1 Maret 2005 ketika terjadi aksi saling lempar piring antara sekelompok Wasana Praja (mahasiswa tingkat IV) dengan sekelompok Madya Praja (mahasiswa tingkat II). Akibatnya 11 orang praja mengalami luka-luka, beberapa sampai harus mendapatkan perawatan di RSHS Bandung.
  • Kekerasan dari praja bahkan juga menimpa mereka yang baru berstatus calon praja, seperti yang dialami oleh Ichsan Suheri asal Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 25 Oktober 2004.
  • Kekerasan di kampus IPDN berulang kembali dengan korban Yogi Riyad , seorang Wasana Praja. Yogi hampir buta karena kornea matanya terkena emblem pada topinya yang diambil paksa oleh seorang pengasuhnya. Pada 16 Juni 2007 Yogi dikirim ke Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, dengan sobekan di kornea mata kanannya.
  • Pada 21 Juli 2007, Wendi Budiman, seorang pengojek asal Jatinangor, tewas dikeroyok oleh 8 Praja IPDN akibat perselisihpahaman mengenai rokok

Konsekuensi kasus IPDN

Terakhir, karena kasus kematian Cliff Muntu, rektor IPDN Prof. Dr. I Nyoman Sumaryadi dinon-aktifkan dari jabatannya pada tanggal 12 April 2007. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menginstruksikan pembenahan IPDN yang tidak diperbolehkan menerima praja baru untuk tahun ajaran 2007 setelah sejumlah pemerintah daerah mengancam untuk tidak mengirimkan praja baru sebelum pembenahan IPDN dilakukan secara tuntas.

Sebelumnya, teguran dari pihak lain sebetulnya sudah sering dilakukan, seperti yang diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri wisuda di IPDN pada tanggal 8 Agustus 2005 dan 10 Agustus 2006, juga peringatan keras yang disertai ancaman pembubaran IPDN dari anggota Komisi II DPR RI.

Pada 16 April 2007, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Nomor 892.22/803/SJ yang isinya meminta kepada semua pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk tidak lagi mengirimkan siswa ke IPDN.

[http://id.wikipedia.org/wiki/IPDN]

————————————————————

Menurut saya pribadi, sebenarnya IPDN jangan dulu dibubarkan dikarenakan memang negara ini masih butuh institusi pendidikan pemerintahan, tapi dengan syarat :

  1. Dalam proses penerimaan mahasiswa baru bukan hanya IQ / tingkat kepandaian mereka saja yang di seleksi, libatkan psikolog untuk menyeleksi moral mereka, apakah mereka pernah jadi korban kekerasan orang tua atau lingkungan.
  2. Sistem pengawasan di dalam lingkungan kampus lebih diperketat, dan pertegas sanksi terhadap tindakan kekerasan dalam kampus meliputi semua institusi dalam kampus.
  3. Tiadakan asrama Mahasiswa,biar mereka tinggal di luar lingkup kampus dan berbaur dengan masyarakat
  4. Ganti seragam Praja, seragam dengan embel-embel kepangkatan akan menimbulkan sikap arogan yang berlebihan
  5. Dirikan sasana tinju dalam kampus, siapa tahu mereka ogah jadi camat trus belok haluan jadi petinju profesional he he

Tapi kalau memang harus dibubarkan, hendaklah dicari solusi yang tepat serta bijak, supaya regenarasi sumber daya bidang pemerintahan tetap berjalan. negara ini sedang membangun kok.

Kalo IPDN mo dijadikan STORY or HISTORY.. monggo mawon..